Kamis, 25 September 2008

Pembenahan sektor energi itu kini diemban DEN

[BISNIS INDONESIA] - Diwarnai keberatan beberapa fraksi soal kewenangan luar biasa dari Menteri ESDM untuk mengangkat atau memecat anggota Dewan Energi Nasional dari pemangku kepentingan di tengah masa jabatan, Komisi VII DPR akhirnya memilih delapan orang anggota Dewan Energi Nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 30/ 20007 tentang Energi melalui proses pemungutan suara dari 48 anggota.

UU Nomor 30/2007 tentang energi mengamanatkan agar pemerintah membentuk Dewan Energi Nasional. Sesuai dengan Pasal 6 Perpres No.26/2008 tentang Pembentukan DEN dan Tata Cara Penyaringan, organisasi ini diketuai oleh presiden, wakil ketua adalah wakil presiden, dan ketua harian diemban oleh men-teri yang membidangi sektor energi.

Selain itu, DEN juga dilengkapi oleh tujuh menteri yang bertanggung jawab atas penyediaan, transportasi, penyaluran, dan pemanfaatan energi.

Dengan tambahan anggota dari kalangan pemangku kepentingan itu, seharusnya menjadi lengkap sudah keanggotaan DEN. Harapan berikutnya adalah organisasi yang katanya akan sangat menentukan masa depan pengelolaan energi nasional itu diharapkan cepat bekerja sesuai dengan amanat UU dan juga Perpres yang ditandatangani Presiden pada 7 Mei itu.

DEN setidaknya memiliki empat tugas utama, yaitu merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR, menetapkan rencana umum energi nasional, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.

"Pembentukan DEN bisa menjadi solusi untuk membenahi kebijakan energi nasional supaya tidak terjadi salah urus, seperti mismatch di sektor kelistrikan, batu bara dan gas. Juga, untuk mendorong energi alternatif," kata Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA.

Bercermin pada ungkapan Airlangga itu, rasanya memang tidak mungkin ada latar belakang munculnya harapan besar di balik dibentuknya DEN.

Asa itu semakin membuncah ketika pada peralihan tahun, dari 2007 ke 2008, gejala krisis energi nasional semakin nyata terlihat dan telah menimbulkan kekisruhan yang merambat ke berbagai sektor.

Lihat saja, sejak akhir 2007 bahkan hingga pertengahan 2008 krisis listrik membabak-belurkan Pulau Jawa, tulang punggung pembangunan ekonomi nasional, dan sempat memakan korban Direktur PLN Ali Herman Ibrahim karena perseroan itu diombang-ambingkan oleh pasar batu bara yang semakin tidak bersahabat karena terus 'tergoda' oleh genitnya harga minyak mentah dunia.

Krisis listrik yang terjadi di saat perseroan justru mengalami masalah dengan aliran kas karena subsidi tak kunjung cair, pada akhirnya menyebabkan industri konsumen listrik ikut merasakan dampak luar biasa.

Kisruh di dunia pertambangan yang baru-baru ini terjadi, yakni mengenai perselisihan antara pemerintah dan pengusaha batu bara PKP2B generai I mengenai dana hasil penjualan batu bara (DHPB), juga membuka mata betapa sektor ini juga belum terurus dengan baik.

Perseteruan alot juga kerap terjadi antara pemerintah dan pengusaha tambang mineral menyangkut pembayaran royalti, yang dinilai banyak pihak sebenarnya terlalu kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh perusahaan.

Bayangkan saja, dari total nilai ekspor tambang Indonesia pada 2007 sebesar lebih dari US$11 miliar, atau lebih dari Rp100 triliun, hanya sekitar Rp35 triliun yang masuk ke kocek pemerintah.

Anggota DEN dari pemangku kepentingan
Nama Keterangan
Eddie Widiono praktisi industri
Herman Darnel Ibrahim praktisi industri
Widjajono Partowidagdo kalangan teknologi
Herman Agustiawan kalangan konsumen
Agusman Effendi kalangan konsumen
Mukhtasor pakar lingkungan
Rinaldi Dalimi kalangan akademisi
Tumiran kalangan akademisi
Sumber: DPR RI

Menyedihkan

Yang sangat menyedihkan adalah tambang batu bara yang ternyata dari 174 juta ton yang diproduksi atau meningkat enam juta ton dari tahun sebelumnya, tidak banyak menyumbangkan 'tenaga' untuk listrik di bumi sendiri juga tidak banyak menyumbangkan penerimaan negara meskipun harga batu bara meroket tajam dalam tiga tahun terakhir.

"Penerimaan dari sektor tambang, terutama batu bara, tidak cukup untuk menutupi kebutuhan subsidi listrik. Kalau memang tidak cukup berkontribusi, kenapa tidak langsung saja diserahkan semua energi primer ke PLN untuk mengurangi biaya," kata Anggota DPR F-PAN Tjatur Sapto Edy.

Hal yang banyak menimbulkan tanda tanya juga bisa ditemui dalam pengelolaan migas. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM baru-baru ini ternyata menjadi pintu masuk bagi banyak pihak untuk menemukan jawaban tentang seperti apa sih pemerintah mengelola aset negara yang tak terbarukan itu.

Isu mengenai harga jual Tangguh yang miring, pengistimewaan perusahaan asal AS dibandingkan dengan BUMN sendiri dalam pengelolaan Blok Cepu, dan mungkin juga Blok Natuna D Alpha yang hingga kini prosesnya terus menggelinding, seolah-olah memberikan 'tanda' tentang adanya ketidakberesan dalam pengelolaan energi nasional.

DEN, lantas menjadi tumpuan publik untuk menggantungkan harapan akan adanya perbaikan dari semua yang ada saat ini. Namun, menjadi pertanyaan selanjutnya, bisakah segelintir orang itu mengatasi segalanya? Jawabannya tentu tidak semudah itu.

Direktur Eksekutif Reforminer Institut Pri Agung Rakhmanto mengatakan kendati layak mendapat apresiasi seluruh proses yang sudah terjadi hingga terpilihnya anggota DEN, keberadaan lembaga tersebut diragukan untuk dapat menghadirkan perubahan signifikan.

Kelemahan pokok yang ada di tubuh lembaga itu adalah tidak dimilikinya kewenangan eksekusi kebijakan dan juga tidak adanya produk yang bersifat memaksa atau mandatori.

Pri Agung juga mengingatkan tentang terlalu banyaknya pembentukan badan oleh pemerintah yang pada akhirnya mandul, tidak bertaji, dan sekadar mengumpulkan kawan lama, yang pada akhirnya hanya membebankan anggaran negara.

Delapan anggota yang baru terpilih memang sepertinya belum 'boleh' ditetapkan pemerintah karena Presiden masih diminta untuk mengubah Perpres yang dinilai terlalu 'mengistimewakan' peran Menteri ESDM dan menafikan suara hati parlemen.

Namun, ketika ditetapkan kelak, keberadaan delapan anggota dari kalangan pemangku kepentingan tentu harus bisa memberikan 'pandangan lain' bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan.

Jika akhirnya keberadaannya justru kurang produktif, buat apa? Hanya saja, sebelum memberikan penilaian lebih jauh, ada baiknya disimak pernyataan anggota Komisi VII DPR Alvin Lie, "Ya kasih waktu dululah untuk mereka bekerja."

Delapan Anggota DEN Terpilih Rangkap Jabatan Disoal

[PONTIANAK POST] - Kebijakan energi nasional tampaknya memang betul-betul perlu pembenahan. Bahkan, setelah delapan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) terpilih, kini struktur DEN ikut dipersoalkan.Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA mengatakan, permasalahan tersebut baru mengemuka setelah proses pemungutan suara untuk memilih anggota DEN. ''Ternyata ada beberapa aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang,'' ujarnya usai proses pemungutan suara kemarin (24/9).

Menurut Airlangga, hal paling mengganggu dari Peraturan Presiden (Perpres) No 26 Tahun 2008 tentang DEN adalah bahwa anggota DEN bisa merangkap jabatan. ''Ini bertentangan dengan Undang-Undang, sebab anggota DEN harusnya independen,'' katanya. Dalam pemungutan suara oleh 48 anggota Komisi VII DPR kemarin, akhirnya memang terpilih delapan orang anggota DEN. Dari kalangan akademisi terpilih Prof. Ir. Rinaldy Dalimi Msc. Ph.D dan Dr.Ir. Tumiran M.Eng. Dari kalangan industri terpilih mantan Dirut PT PLN Eddie Widiono dan mantan Direktur Transmisi dan Distribusi PT PLN Herman Darnel Ibrahim.

Sementara itu, dari kalangan teknologi terpilih Widjajono Partowidagdo, sedangkan dari kalangan konsumen terpilih Anggota Komisi VII DPR Agusman Effendi, serta Herman Agustiawan. Menurut Airlangga, beberapa diantara anggota terpilih tersebut saat ini masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Berdasar Pepres No 26 Tahun 2008, pasal 14, ayat 1 menyebut bahwa anggota DEN yang berasal dari unsur pemangku kepentingan (stakeholder), tidak diberhentikan dari jabatan sbelumnya.

Sedangkan Pasal 14 ayat 2 menyebutkan, bagi PNS yang bersangkutan tetap berada dalam instansi induk asal. ''Dengan kata lain, Perpres itu menyatakan kalau anggota DEN bisa merangkap kerja sebagai PNS. Menurut kami, ini tidak boleh, sebab anggota DEN harus fokus dan independen,'' terang Airlangga.Untuk itu, lanjut dia, Komisi VII sepakat untuk memanggil pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, supaya mengusulkan kepada Presiden agar merevisi Perpres yang dianggap bertentangan dengan UU tersebut. ''Sebelum ini diklarifikasi, kami belum akan mengajukan nama-nama anggota DEN terpilih ini ke paripurna DPR,'' tandasnya.