Kamis, 04 Desember 2008

Potensi Produksi Minyak 1,1 Juta Bph

[SUARA PEMBARUAN] - Pemerintah berpeluang meningkatkan kembali produksi minyak domestik ke level 1,1 juta barel per hari (bph), dari produksi saat ini 977.000 bph. Peluang itu menyusul meningkatnya investasi dalam lima tahun terakhir.

"Peningkatan itu akan tercapai karena produksi industri migas dalam negeri mengalami kenaikan, sebagai efek dari investasi yang meningkat sejak lima tahun lalu. Lifting (produksi) 1,1 juta bph bisa direalisasikan dari potensi tambahan produksi dari lapangan yang sedang dikembangkan saat ini, seperti Blok Migas Cepu, North Duri, Tangguh, Sisi-Nubi, Kota-Batak, Senonoro dan lain-lain," ujar pakar migas dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Rudi Rubiandini, dalam seminar SP Forum bertema "Quo Vadis Energi Nasional?" yang diselenggarakan Harian Suara Pembaruan, di Jakarta, Rabu (3/12).

Menurutnya, produksi minyak juga bisa ditingkatkan melalui peningkatan faktor pemulihan lapangan menjadi di atas 15 persen, serta investasi di bidang peralatan produksi. "Jika pemerintah berhasil meningkatkan seluruh potensi lapangan dengan teknologi dan sumber daya manusia dengan maksimal, yang bersinergi dengan pengelolaan yang baik, pemerintah bisa memperoleh tambahan minyak hingga 100.000 bph," kata Sekjen Masyarakat Migas Indonesia itu.

Dengan demikian, lanjutnya, pemerintah bisa mengubah asumsi lifting minyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 yang telah ditetapkan 960.000 bph menjadi 1,1 juta bph.

Namun, Dirjen Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Evita Legowo menyatakan, produksi migas sebesar 1,1 juta barel sangat kecil kemungkinannya dapat tercapai. "Kami hanya menjanjikan lifting minyak pada 2009 sebanyak 960.000 bph. Produksi minyak 1,1 juta bph masih sulit direalisasikan pada 2009, tetapi kalau 2010 mungkin bisa tercapai," ungkap Evita dalam forum yang sama.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, hingga saat ini cadangan terbesar minyak bumi terdapat di Sumatera bagian tengah, yang wilayah produksinya dikelola Caltex. Menurut data, cadangan di wilayah itu mencapai 4.163 million metric stock tank barrel (MMSTB).

Dia menambahkan, selama ini upaya peningkatan produksi energi tak lepas dari kendala. Di antaranya tumpang tindih wilayah produksi energi dengan kehutanan dan perkebunan, persoalan lingkungan, birokrasi perizinan pengadaan dan pembebasan lahan, gangguan keamanan di wilayah produksi, serta otonomi daerah yang berlebihan.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR menuturkan, Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA menuturkan saat ini pemerintah telah membentuk Dewan Energi Nasional (DEN) yang akan mengevaluasi kebijakan energi nasional. DEN bertugas membangun kebijakan strategis energi nasional dan memantau pelaksanaan energi nasional yang sifatnya lintas sektoral.

"Masih belum optimalnya alokasi pemanfaatan sumber energi, yang dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain, tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap BBM, volume gas bumi dan batu bara untuk ekspor masih terlalu besar yang menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan untuk kebutuhan di dalam negeri serta rendahnya porsi energi yang berasal dari sumber energi baru dan terbarukan, yaitu di bawah 10 persen di dalam total energi (primer) bauran nasional," kata Airlangga.

Konversi Gas
Pada kesempatan itu, Purnomo juga menyinggung soal diversifikasi energi dari bahan bakar minyak (BBM) ke gas. Diungkapkan, pemerintah telah menetapkan bahwa ke depan gas yang dihasilkan lapangan besar juga harus dimanfaatkan untuk pasar domestik. "Jika saat ini gas dari lapangan besar hanya untuk ekspor dan yang lapangan kecil untuk domestik, ke depan, dua-duanya diprioritaskan untuk domestik, sisanya baru diekspor," ungkapnya.

Namun, menurut menteri, pengalihan konsumsi gas dari semula didominasi ekspor ke pasar domestik, memerlukan waktu yang tidak singkat. "Setidaknya perlu waktu tiga tahun. Sekarang ini masa transisi untuk mengalihkan konsumsi gas," ujarnya.

Untuk mengalihkan konsumsi gas ke pasar dalam negeri, ungkapnya, memerlukan infrastruktur berskala besar. "Kalau mau dialirkan langsung, perlu pipanisasi. Kalau mau dikapalkan, perlu dibangun receiving terminal (terminal penerima) di pelabuhan-pelabuhan di dalam negeri," katanya.

Dengan telah ditetapkannya prioritas konsumsi gas untuk pasar domestik, lanjut Purnomo, nantinya gas dari Kalimantan Timur akan dialirkan ke Jawa. Demikian pula gas dari Tangguh, Papua, digunakan untuk wilayah lain di Indonesia. "Kita juga akan mengembangkan gas di Maluku," katanya.

Kamis, 25 September 2008

Pembenahan sektor energi itu kini diemban DEN

[BISNIS INDONESIA] - Diwarnai keberatan beberapa fraksi soal kewenangan luar biasa dari Menteri ESDM untuk mengangkat atau memecat anggota Dewan Energi Nasional dari pemangku kepentingan di tengah masa jabatan, Komisi VII DPR akhirnya memilih delapan orang anggota Dewan Energi Nasional sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 30/ 20007 tentang Energi melalui proses pemungutan suara dari 48 anggota.

UU Nomor 30/2007 tentang energi mengamanatkan agar pemerintah membentuk Dewan Energi Nasional. Sesuai dengan Pasal 6 Perpres No.26/2008 tentang Pembentukan DEN dan Tata Cara Penyaringan, organisasi ini diketuai oleh presiden, wakil ketua adalah wakil presiden, dan ketua harian diemban oleh men-teri yang membidangi sektor energi.

Selain itu, DEN juga dilengkapi oleh tujuh menteri yang bertanggung jawab atas penyediaan, transportasi, penyaluran, dan pemanfaatan energi.

Dengan tambahan anggota dari kalangan pemangku kepentingan itu, seharusnya menjadi lengkap sudah keanggotaan DEN. Harapan berikutnya adalah organisasi yang katanya akan sangat menentukan masa depan pengelolaan energi nasional itu diharapkan cepat bekerja sesuai dengan amanat UU dan juga Perpres yang ditandatangani Presiden pada 7 Mei itu.

DEN setidaknya memiliki empat tugas utama, yaitu merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR, menetapkan rencana umum energi nasional, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.

"Pembentukan DEN bisa menjadi solusi untuk membenahi kebijakan energi nasional supaya tidak terjadi salah urus, seperti mismatch di sektor kelistrikan, batu bara dan gas. Juga, untuk mendorong energi alternatif," kata Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA.

Bercermin pada ungkapan Airlangga itu, rasanya memang tidak mungkin ada latar belakang munculnya harapan besar di balik dibentuknya DEN.

Asa itu semakin membuncah ketika pada peralihan tahun, dari 2007 ke 2008, gejala krisis energi nasional semakin nyata terlihat dan telah menimbulkan kekisruhan yang merambat ke berbagai sektor.

Lihat saja, sejak akhir 2007 bahkan hingga pertengahan 2008 krisis listrik membabak-belurkan Pulau Jawa, tulang punggung pembangunan ekonomi nasional, dan sempat memakan korban Direktur PLN Ali Herman Ibrahim karena perseroan itu diombang-ambingkan oleh pasar batu bara yang semakin tidak bersahabat karena terus 'tergoda' oleh genitnya harga minyak mentah dunia.

Krisis listrik yang terjadi di saat perseroan justru mengalami masalah dengan aliran kas karena subsidi tak kunjung cair, pada akhirnya menyebabkan industri konsumen listrik ikut merasakan dampak luar biasa.

Kisruh di dunia pertambangan yang baru-baru ini terjadi, yakni mengenai perselisihan antara pemerintah dan pengusaha batu bara PKP2B generai I mengenai dana hasil penjualan batu bara (DHPB), juga membuka mata betapa sektor ini juga belum terurus dengan baik.

Perseteruan alot juga kerap terjadi antara pemerintah dan pengusaha tambang mineral menyangkut pembayaran royalti, yang dinilai banyak pihak sebenarnya terlalu kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh perusahaan.

Bayangkan saja, dari total nilai ekspor tambang Indonesia pada 2007 sebesar lebih dari US$11 miliar, atau lebih dari Rp100 triliun, hanya sekitar Rp35 triliun yang masuk ke kocek pemerintah.

Anggota DEN dari pemangku kepentingan
Nama Keterangan
Eddie Widiono praktisi industri
Herman Darnel Ibrahim praktisi industri
Widjajono Partowidagdo kalangan teknologi
Herman Agustiawan kalangan konsumen
Agusman Effendi kalangan konsumen
Mukhtasor pakar lingkungan
Rinaldi Dalimi kalangan akademisi
Tumiran kalangan akademisi
Sumber: DPR RI

Menyedihkan

Yang sangat menyedihkan adalah tambang batu bara yang ternyata dari 174 juta ton yang diproduksi atau meningkat enam juta ton dari tahun sebelumnya, tidak banyak menyumbangkan 'tenaga' untuk listrik di bumi sendiri juga tidak banyak menyumbangkan penerimaan negara meskipun harga batu bara meroket tajam dalam tiga tahun terakhir.

"Penerimaan dari sektor tambang, terutama batu bara, tidak cukup untuk menutupi kebutuhan subsidi listrik. Kalau memang tidak cukup berkontribusi, kenapa tidak langsung saja diserahkan semua energi primer ke PLN untuk mengurangi biaya," kata Anggota DPR F-PAN Tjatur Sapto Edy.

Hal yang banyak menimbulkan tanda tanya juga bisa ditemui dalam pengelolaan migas. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM baru-baru ini ternyata menjadi pintu masuk bagi banyak pihak untuk menemukan jawaban tentang seperti apa sih pemerintah mengelola aset negara yang tak terbarukan itu.

Isu mengenai harga jual Tangguh yang miring, pengistimewaan perusahaan asal AS dibandingkan dengan BUMN sendiri dalam pengelolaan Blok Cepu, dan mungkin juga Blok Natuna D Alpha yang hingga kini prosesnya terus menggelinding, seolah-olah memberikan 'tanda' tentang adanya ketidakberesan dalam pengelolaan energi nasional.

DEN, lantas menjadi tumpuan publik untuk menggantungkan harapan akan adanya perbaikan dari semua yang ada saat ini. Namun, menjadi pertanyaan selanjutnya, bisakah segelintir orang itu mengatasi segalanya? Jawabannya tentu tidak semudah itu.

Direktur Eksekutif Reforminer Institut Pri Agung Rakhmanto mengatakan kendati layak mendapat apresiasi seluruh proses yang sudah terjadi hingga terpilihnya anggota DEN, keberadaan lembaga tersebut diragukan untuk dapat menghadirkan perubahan signifikan.

Kelemahan pokok yang ada di tubuh lembaga itu adalah tidak dimilikinya kewenangan eksekusi kebijakan dan juga tidak adanya produk yang bersifat memaksa atau mandatori.

Pri Agung juga mengingatkan tentang terlalu banyaknya pembentukan badan oleh pemerintah yang pada akhirnya mandul, tidak bertaji, dan sekadar mengumpulkan kawan lama, yang pada akhirnya hanya membebankan anggaran negara.

Delapan anggota yang baru terpilih memang sepertinya belum 'boleh' ditetapkan pemerintah karena Presiden masih diminta untuk mengubah Perpres yang dinilai terlalu 'mengistimewakan' peran Menteri ESDM dan menafikan suara hati parlemen.

Namun, ketika ditetapkan kelak, keberadaan delapan anggota dari kalangan pemangku kepentingan tentu harus bisa memberikan 'pandangan lain' bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan.

Jika akhirnya keberadaannya justru kurang produktif, buat apa? Hanya saja, sebelum memberikan penilaian lebih jauh, ada baiknya disimak pernyataan anggota Komisi VII DPR Alvin Lie, "Ya kasih waktu dululah untuk mereka bekerja."

Delapan Anggota DEN Terpilih Rangkap Jabatan Disoal

[PONTIANAK POST] - Kebijakan energi nasional tampaknya memang betul-betul perlu pembenahan. Bahkan, setelah delapan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) terpilih, kini struktur DEN ikut dipersoalkan.Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA mengatakan, permasalahan tersebut baru mengemuka setelah proses pemungutan suara untuk memilih anggota DEN. ''Ternyata ada beberapa aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang,'' ujarnya usai proses pemungutan suara kemarin (24/9).

Menurut Airlangga, hal paling mengganggu dari Peraturan Presiden (Perpres) No 26 Tahun 2008 tentang DEN adalah bahwa anggota DEN bisa merangkap jabatan. ''Ini bertentangan dengan Undang-Undang, sebab anggota DEN harusnya independen,'' katanya. Dalam pemungutan suara oleh 48 anggota Komisi VII DPR kemarin, akhirnya memang terpilih delapan orang anggota DEN. Dari kalangan akademisi terpilih Prof. Ir. Rinaldy Dalimi Msc. Ph.D dan Dr.Ir. Tumiran M.Eng. Dari kalangan industri terpilih mantan Dirut PT PLN Eddie Widiono dan mantan Direktur Transmisi dan Distribusi PT PLN Herman Darnel Ibrahim.

Sementara itu, dari kalangan teknologi terpilih Widjajono Partowidagdo, sedangkan dari kalangan konsumen terpilih Anggota Komisi VII DPR Agusman Effendi, serta Herman Agustiawan. Menurut Airlangga, beberapa diantara anggota terpilih tersebut saat ini masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Berdasar Pepres No 26 Tahun 2008, pasal 14, ayat 1 menyebut bahwa anggota DEN yang berasal dari unsur pemangku kepentingan (stakeholder), tidak diberhentikan dari jabatan sbelumnya.

Sedangkan Pasal 14 ayat 2 menyebutkan, bagi PNS yang bersangkutan tetap berada dalam instansi induk asal. ''Dengan kata lain, Perpres itu menyatakan kalau anggota DEN bisa merangkap kerja sebagai PNS. Menurut kami, ini tidak boleh, sebab anggota DEN harus fokus dan independen,'' terang Airlangga.Untuk itu, lanjut dia, Komisi VII sepakat untuk memanggil pemerintah, dalam hal ini Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, supaya mengusulkan kepada Presiden agar merevisi Perpres yang dianggap bertentangan dengan UU tersebut. ''Sebelum ini diklarifikasi, kami belum akan mengajukan nama-nama anggota DEN terpilih ini ke paripurna DPR,'' tandasnya.

Rabu, 09 Juli 2008

Berbahaya Jika Pemerintah Lobi Panitia Angket BBM

[PELITA] - Ketua Komisi VII DPR RI Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA mengatakan, tidak mungkin pemerintah berani melobi Panitia Angket Bahan Bakar Minyak (BBM) yang beranggotakan 50 orang dari 10 fraksi yang ada di DPR, supaya hasil investigasi Panitia Hak Angket tersebut tidak mencelakakan pemerintah.

Saya pikir pemerintah tidak berani melakukan hal itu, karena akan berbahaya bagi pemerintah, tegas Airlangga Hartarto kepada Pelita, Selasa (8/7), di Gedung DPR/MPR Senayan Jakarta, terkait dengan adanya desas-desus bahwa Panitia Hak Angket BBM sudah dilobi oleh seorang menteri di Singapura beberapa hari lalu.

Sepanjang pengetahuan dia, lobi tersebut tidak ada. Tetapi dia juga mengatakan tidak tahu kalau lobi tersebut dilakukan di belakang pintu. Selama di depan pintu saya belum melihat ada lobi-lobi itu dilakukan pemerintah. Tetapi saya tidak tahu kalau hal itu dilakukan di belakang pintu, ujar dia.

Airlangga mengatakan, sangat konyol kalau hal itu dilakukan pemerintah, karena anggota DPR saat ini sulit dimainkan karena begitu banyaknya fraksi dengan berbagai kepentingan pula. Apalagi, saat ini DPR sedang dan terus dibuntuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saya yakin tidak ada yang berani main-main dengan persoalan hukum, papar dia lagi.
Sehubungan dengan itu, lanjut dia, kecurigaan banyak pihak bahwa DPR akan disetir oleh pemerintah akan sangat tidak mungkin terjadi, sekalipun Ketua Panitia Angket itu dipegang oleh fraksi yang menolak Hak Angket tersebut, seperti Fraksi Partai Golkar (F-PG) dan Fraksi Partai Demokrat (F-PD).

P-PG dan F-PD berhadapan dengan delapan fraksi yang menolak Hak Angket. Karena itu, kalaupun Ketua Hak Angket itu dipegang oleh F-PG atau F-PD, tetap saja tidak akan bisa berbuat apa-apa, sekalipun misalnya berhasil dilobi oleh pemerintah, papar Airlangga.
Menyinggung soal siapa yang akan menjadi Ketua Panitia Angket BBM itu, dia mengatakan tidak tahu. Tetapi sesuai tata tertib (Tatib) DPR dan sistem proporsional maka yang berhak adalah F-PG. Itu mekanisme yang sudah baku, yaitu Tatib dan sistem proporsional, papar dia.
Kalau DPR konsekuen dan konsisten dengan peraturan yang dibuatnya sendiri, ujar Airlangga lagi, dan kalau F-PG mengusung dirinya, maka dia siap menerima tugas itu. Kalau itu yang terjadi maka dia minta kepada teman-temannya dari fraksi lain untuk dapat memahami.

Saya minta kepada teman-teman dari fraksi lain untuk tidak curiga, jika jabatan itu jatuh kepada saya, sekalipun saya dekat dengan Menteri ESDM. Saya jamin Panitia Hak Angket tidak akan bisa disetir oleh pihak luar/pemerintah, ujar Airlangga menegaskan.

Dia mengimbau kelompok yang mempolitisir isu BBM segeralah menghentikan kegiatannya. Jangan membuang energi yang tidak perlu, karena tidak ada gunanya. Serahkan masalah itu kepada Panitia Angket BBM yang sudah diputuskan rapat paripurna DPR untuk menyelidiki kenaikan harga BBM.

Tolak voting
Sementara Ketua F-PD Syarif Hasan menegaskan, pemilihan Ketua Panitia Angket BBM yang akan berlangsung Rabu (9/7) ini tidak bisa dilakukan secara voting, tetapi harus melalui tata tertib dan asas proporsional. Karena itu yang berhak menjadi ketua adalah F-PG.
Pemilihan ketuanya harus berdasarkan asas proporsional, tidak bisa voting. Kalau mereka mau voting harus mengubah tata tertibnya dulu, kata Syarif Hasan.

Dikatakannya, F-PD menghormati asas proporsional, karena itu kami beranggapan yang berhak menjadi ketua Pansus itu ya dari Partai Golkar, kami ini wakil saja. Mungkin kami akan mengutus Sutan Bathoegana atau Max Sopacua untuk posisi itu, kata Syarif lagi.

Namun kesediaan Airlangga memimpin Pansus Angket BBM ditentang Nizar Dahlan dan Irmadi Lubis, anggota pansus angket BBM dari Fraksi BPD dan Fraksi PDIP. Kata Nizar, Golkar akan kehilangan muka kalau tetap bersikeras merebut jabatan itu.

Sikap seperti itu hanya akan memancing kemarahan rakyat. Yang pantas jadi ketua itu para inisiator angket BBM, bukan Golkar dan Demokrat.

Apa kepentingan Airlangga jadi ketua? Banyak orang curiga bila dia pimpin. Anak-anak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) akan turun ke jalan kalau Golkar memimpin Panitia Angket BBM pansus. Saya sarankan, demi nama baik Golkar, Airlangga tak usah maju, ini bola panas, kata Nizar Dahlan.

Sementara Irmadi Lubis dari Fraksi PDIP mengatakan, kalau Panitia Angket BBM dipimpin orang Golkar, akan terjadi anomali, karena mereka menentang kok mau memimpin. Kata dia, seharusnya Golkar mewariskan atau meninggalkan contoh-contoh yang tak baik buat rakyat.
Kalau Golkar mau menjaga kredibilitas Panitia Angket BBM di mata masyarakat, seharusnya tidak usah memimpin, berada di belakang saja. Tapi kalau tetap ngotot, berarti memang berkepentingan untuk memandulkan Panitia Angket BBM, akibatnya Golkar akan berhadapan dengan kekuatan rakyat, kata dia.

Rabu, 28 Mei 2008

BBM Pembangkit Habis, PLN Langgar UU Energi

[DETIK DOTCOM] - Pembangkit listrik diesel milik PT PLN (persero) lagi-lagi kehabisan bahan bakar. Tidak lancarnya pasokan energi untuk pembangkit PLN ini dinilai berlawanan dengan UU Energi mengenai keamanan energi.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA dalam paparannya di seminar Indonesia Petroleum Association di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (28/5/2008).

"Seperti kita baca hari ini PLN berencana mematikan listrik karena tidak lagi memiliki bahan bakar. Hal ini sebenarnya melawan UU Energi yang sudah ada. Harusnya PLN bisa menjaga agar bahan bakar terus ada," katanya.

Menurut Airlangga, PLN seharusnya bisa mengantisipasi kondisi ini dengan melakukan diversifikasi energi untuk pembangkitnya. Sehingga ketika satu jenis bahan bakar terkendala, ada pembangkit atau bahan bakar lain yang bisa menopang.

Seperti diketahui, sistem listrik di Jawa Bali mengalami defisit hingga 900 MW dalam dua hari terakhir. Akibatnya, beberapa daerah terpaksa mengalami pemadaman listrik.

Penyebabnya karena beberapa pembangkit PLN di Jawa Bali sudah kehabisan bahan bakar, terutama pembangkit tenaga diesel yang menggunakan BBM. Namun PLN sudah berjanji kondisi ini bisa tertangani dalam waktu dekat.

Senin, 19 Mei 2008

Pemerintah Ajukan UU Penghapusan Subsidi BBM

[SINAR HARAPAN] - Jakarta-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan akan mengusulkan adanya Undang-undang Penghapusan Subsidi.“Ini usulan saya untuk mempermudah pengalihan subsidi harga menjadi subsidi langsung,” ujarnya seusai membuka diskusi Masyarakat Energi Tebarukan Indonesia, Senin (19/5) pagi.
UU Penghapusan Subsidi itu merupakan pengganti Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 1999. Saat itu, pemerintah merencanakan penghapusan subsidi harga menjadi subsidi langsung pada tahun 2003. Namun, rencana tersebut tidak dapat berjalan. “Waktu itu tidak bisa jalan karena banyak faktor, termasuk politis,” katanya.

Dengan adanya UU tersebut, pemerintah akan lebih mudah menetapkan rencana untuk menarik subsidi yang selama ini juga dinikmati masyarakat mampu. Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi VII Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA mengatakan, penghapusan subsidi sebenarnya sudah diatur dalam UU Energi tahun 2001. “UU itu juga mengatur mengenai peruntukan subsidi,” katanya.
Namun, Airlangga mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya payung hukum baru untuk mengganti subsidi harga menjadi subsidi langsung. “Bisa saja ada UU Penghapusan Subsidi karena mungkin sifatnya bisa lebih spesifik,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Purnomo juga mengatakan kebijakan harga bahan bakar minyak sebaiknya tidak dikaitkan dengan politik. “Pricing policy biasanya memang sangat dipengaruhi oleh faktor politik,” katanya.

Purnomo mengakui pemerintah mengalami kesulitan, khususnya dalam kebijakan harga BBM akibat adanya pengaruh faktor politis yang cukup besar. “Dulu kita punya program mengganti subsidi melalui kebijakan harga ke subsidi langsung yang ditargetkan selesai tahun 2003. Tapi tidak tercapai karena berbagai faktor termasuk politik,” tambahnya.

Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, dijelaskan Purnomo merupakan langkah memberikan keadilan terhadap mereka yang berhak. “Subsidi BBM Rp 6.000 sampai Rp 7.000 dipakai untuk sebagian golongan mampu untuk barang-barang mewah. Ini sangat tidak adil,” jelasnya.

Disparitas harga yang cukup tinggi diakui menciptakan berbagai celah penyalahgunaan BBM. Menjelang kenaikan harga BBM, Purnomo mengatakan pemerintah sedang memperketat penjagaan di perbatasan untuk mencegah larinya BBM bersubsidi ke negara lain.

Dengan kenaikan harga minyak, Purnomo meminta kepada para pemangku kepentingan energi terbarukan untuk mampu mengembangkan potensi yang ada. “Kalau perlu ada peraturan yang harus diperbaiki, usulkan saja konkretnya seperti apa,” katanya.

Pengembangan energi terbarukan sebagai alternatif energi fosil bisa menjadi jawaban krisis harga energi yang terus melambung. Namun, kebijakan harga (pricing policy) saat ini membuat energi terbarukan masih sulit bersaing dengan energi fosil. “Kebijakan harga kita membuat energi fosil seolah lebih murah,” katanya.

Sejak isu pemanasan global, tren investasi energi terbarukan di dunia terus meningkat. Pada tahun 2005, total investasi dunia di sektor ini mencapai US$ 38 miliar.

Lampung Krisis BBM
Di Bandar Lampung, hampir di semua kabupaten BBM kosong di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), terutama jenis premium. Kekosongan stok bahan bakar jenis tersebut berlanjut hingga hari ini.

Wira Penjualan BBM Retail Pertamina Panjang, Roni Antoko, menjanjikan pasokan BBM normal siang ini karena pasokan BBM dari Singapura 3.900 kiloliter untuk Lampung datang pagi ini. Diakuinya, keterlambatan pasokan karena lambatnya pengurusan surat-surat pengiriman.
Pemantauan SH di Kota Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulang Bawang, hingga Lampung Barat, hampir semua SPBU kehabisan stok premium. Di setiap pintu masuk SPBU ditulis dengan spidol pada kertas bahwa premium habis.

Mobil yang motor yang kehabisan bahan bakar terpaksa membeli BBM jenis pertamax serharga Rp 9.400/liter. Tapi BBM tidak bersubsidi itu pun ludes sorenya. Sejak Sabtu sore hingga Minggu (18/5) malam, premium benar-benar kosong. Baru beberapa SPBU yang dipasok premium pada Minggu tengah malam dan hanya beberapa jam saja sudah habis, meskipun pengelola sudah membatasi pembelian Rp 10.000 (2,2 liter) untuk motor dan Rp 100.000 (22,2 liter) untuk mobil.

Kamis, 24 April 2008

Subsidi Listrik 2.200 VA Dicabut

[PADANG EKSPRES] - DPR mengingatkan agar pemerintah tidak bermain sendiri dalam menentukan harga tarif listrik. Peringatan dari Senayan itu merupakan tanggapan atas keinginan pemerintah memperluas pemberlakuan program tarif listrik nonsubsidi hingga untuk pelanggan 2.200 VA. Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA menyatakan, DPR harus dilibatkan dalam perluasan sistem tarif nonsubsidi. ”Harus ada evaluasi lebih dulu,” ujarnya tadi malam (23/4). Sebelumnya, pemerintah melalui Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM sedang menyiapkan kajian efektivitas penerapan tarif listrik nonsubsidi.

Tarif tanpa subsidi itu sudah diterapkan kepada pelanggan rumah tangga mulai 6.600 VA ke atas. Jika efektif, pemerintah membuka kemungkinan memperluas penerapan program tarif nonsubsidi hingga untuk pelanggan 2.200 VA. Sebab, golongan pelanggan tersebut dinilai punya potensi berhemat. Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy mengungkapkan, sebelumnya DPR melalui komisi VII yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral memang menyepakati pemberlakuan tarif nonsubsidi untuk pelanggan PLN. ”Tapi, hanya untuk 6.600 VA ke atas,” tegasnya.

Karena itu, kata dia, jika kini pemerintah atau PLN ingin memperluas pemberlakuan program tersebut, hal itu tetap harus melalui mekanisme pembahasan dengan DPR. Sebab, hal tersebut terkait dengan program penghematan dalam APBN yang menjadi domain DPR. ’’Intinya, harus sepersetujuan DPR,’’ ujarnya. Persetujuan dari DPR, tampaknya, memang merupakan harga mati yang yang harus dipenuhi pemerintah atau PLN, jika ingin menerapkan perluasan program tarif nonsubsidi. Jika dirunut ke belakang, keputusan PLN memberlakukan program insentif dan disinsentif mulai 1 Maret lalu juga kandas akibat ditentang DPR.

Padahal, saat itu, PLN mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui iklan di beberapa media massa hingga surat edaran ke seluruh kantor unit distribusi PLN di Indonesia. Waktu itu, Ketua Komisi VII Airlangga Hartarto menyatakan, pemberlakuan program insentif-disinsentif listrik ditolak karena penjelasan PLN dianggap belum memuaskan. Dengan demikian, program yang sudah diumumkan tersebut harus dibatalkan karena belum disetujui.

Karena itu, program insentif-disinsentif dirombak. PLN pun menggantinya dengan program tarif nonsubsidi yang hanya diberlakukan terhadap pelanggan mulai 6.600 VA ke atas yang notabene adalah pelanggan rumah mewah. Persetujuan yang dikeluarkan DPR pun disertai syarat, yakni proses evaluasi menyeluruh. ’’Kami sepakat karena semangatnya adalah penghematan subsidi dan tidak memberatkan masyarakat kecil,’’ jelas Airlangga. Bagaimana tanggapan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)? Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, rencana perluasan pemberlakuan program tarif nonsubsidi hingga untuk pelanggan 2.200 VA makin menunjukkan niat pemerintah sebenarnya adalah kenaikan tarif terselubung. ’’Jujur saja lah,’’ ujarnya.

Dia menuturkan, istilah kenaikan tarif mungkin lebih dipahami masyarakat, sehingga memudahkan sosialisasi. Menurut dia, akan lebih baik pemerintah jujur menyatakan bahwa memang sudah terlalu berat menanggung subsidi. ’’Mengapa harus alergi dengan istilah kenaikan tarif?’’ katanya. Tulus juga mengkritik rencana pemberlakuan program tarif nonsubsidi yang menyentuh pelanggan rumah tangga 2.200 VA. Dia menyatakan, dalam klasifikasi pelanggan oleh PLN, golongan 2.200 VA masuk kategori rumah tangga kecil atau R-1. ’’Padahal, dulu pemerintah berjanji tidak akan mengutak-atik pelanggan R-1,’’ tegasnya.

Karena itu, kata dia, jika memang pemerintah ingin memperluas program tarif nonsubsidi, maksimal hanya kepada pelanggan rumah tangga menengah atau R-2, yakni pelanggan dengan daya di atas 2.200 VA. ’’Itu pun jika terpaksa,’’ ujarnya. Dengan demikian, pelanggan 2.200 VA yang berjumlah 1.038.542 rumah tangga tidak akan terkena program tarif nonsubsidi. Saat ini, pelanggan R-2 (di atas 2.200–6.600 VA) berjumlah 397.533 rumah tangga dan pelanggan R-3 (di atas 6.600 VA) mencapai 81.737 rumah tangga. Tulus mengungkapkan, apa pun keputusan yang bakal diambil pemerintah, pihaknya tetap menuntut program sosialisasi dijalankan secara menyeluruh. Dengan demikian, tidak ada konsumen yang dirugikan karena merasa tanpa pemberitahuan program penghematan.

Selasa, 08 April 2008

Priyono Dipilih Karena Paling Siap

[DETIK DOTCOM] - Komisi VII DPR RI menilai Priyono merupakan calon yang paling meyakinkan baik dalam paparan maupun program kerjanya. Tidak hanya dari sisi teknis, Priyono juga dianggap mumpuni dari segi bisnis.

"Priyono terlihat paling siap. Tidak hanya berani memasang angka dalam program kerjanya, tapi juga penguasaan materinya, dan ia juga bisa bicara dari segi korporat BP Migas," kata Ketua Komisi VII Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA usai pemungutan suara Kepala BP Migas di Gedung MPR/DPR, Selasa (8/4/2008).

Beberapa anggota DPR menilai Priyono cukup berani memasukkan angka dalam target-targetnya. Seperti program meningkatkan produksi nasional menjadi 1 juta barel per hari pada tahun ini juga. Target-target itulah yang akan menjadi acuan DPR untuk mengevaluasi kinerja Priyono sebagai Kepala BP Migas kedepannya.

"Dia berani memasang angka secara kuantitatif. Berarti kita bisa mengevaluasi secara kuantitatif juga," kata anggota Komisi VII dari FPAN Alvin Lie.

Airlangga menambahkan, Komisi VII akan segera melaporkan hasil pemungutan suara pemilihan Kepala BP Migas ini ke pimpinan DPR, untuk kemudian dilaporkan ke Presiden.

Dalam votingnya hari ini, Komisi VII DPR RI akhirnya menetapkan Priyono sebagai Kepala BP Migas yang akan menggantikan Kardaya Warnika. Dalam votingnya, Priyono mendapat 45 suara, Hadi Purnomo mendapat 7 suara, sementara Evita Legowo tidak mendapatkan suara.

Rabu, 12 Maret 2008

Departemen Energi Usulkan Pergantian Kepala BP Migas

[TEMPO INTERAKTIF] - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan penggantian Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kardaya Warnika. Usulan pergantian Kepala BP Migas dilakukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro melalui suratnya kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono beberapa waktu lalu.

Informasi yang diperoleh Tempo menyebutkan, Menteri Purnomo mengusulkan tiga nama untuk menggantikan Kardaya Warnika sebagai Kepala BP Migas. Mereka adalah Direktur Pengusahaan Hulu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi R. Priyono, Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H. Legowo dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi Lemigas Hadi Purnomo. "Nama-nama mereka sudah ditangan Ketua DPR," ujar seorang pejabat pemerintahan kepada Tempo.

Pejabat itu mengatakan, pimpinan DPR selanjutnya akan membahas tiga nama tersebut ke rapat paripurna. "Setelah itu baru diserahkan ke Komisi VII (Energi) untuk dibahas," katanya. Komisi Energi nantinya akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang BP Migas, calon Kepala BP Migas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR. "Usulan nama-nama calon Kepala BP Migas seharusnya diusulkan oleh Presiden dan bukan menteri," kata pejabat itu.

Menurut dia, rencana pencopotan Kardaya sebagai Kepal BP Migas terkait penurunan produksi minyak nasional setiap tahunnya. Pada 2005 total produksi minyak dan kondensat sebesar 1,060 juta barel per hari. Jumlah tersebut turun menjadi 1,007 juta barel pada 2006. Tahun lalu produksi minyak dan kondensat hanya 950 ribu barel per hari. Pada 2008 produksi minyak ditargetkan 910 ribu barel.

Ketua Komisi Energi DPR Ir H Airlangga HartartoMMT MBA ketika dimintai konfirmasi oleh Tempo membenarkan adanya usulan Menteri Purnomo untuk mengganti Kepala BP Migas. "Ya benar, sudah diterima pimpinan dan nama-namanya akan dibuka pada sidang paripurna mendatang," ujarnya, Selasa (11/3).

Airlangga mengakui ada tiga nama yang diusulkan oleh Purnomo untuk dibahas DPR. Mereka adalah Priyono, Evita dan Hadi Purnomo. "Ya Mereka semua," katanya. Dia menjelaskan, setelah nama-nama tersebut dibahas pada rapat paripurna selanjutkan akan dibahas di komisi untuk menjalani tes kelayakan dan kepatutan.

Ketika ditanya kapan pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan akan dilakukan Airlangga mengaku belum tahu. "Kami masih menunggu rapat paripurna," ujarnya.

Kardaya Warnika hingga tadi malam tidak menjawab pertanyaan Tempo.

Sementara itu Wakil Kepala BP Migas Abdul Muin kepada Tempo mengatakan, produksi minyak berdasarkan kesepakatan antara BP Migas dan DPR sebesar 960 ribu barel. "Kami optimis bisa tercapai," katanya. Dia menjelaskan, berdasarkan rencana realisisasi investasi yang dilakukan kontraktor bagi hasil produksi minyak ditargetkan 1,043 juta barel. "Dengan kerja keras kami yakin bisa penuhi target."