Kamis, 19 Februari 2009

Surat Pertamina Dianggap Tak Pas Secara Kelembagaan

[TEMPO INTERAKTIF] - PT Pertamina (Persero) seharusnya melaporkan anggota Komisi Energi dan Lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat yang dianggap keterlaluan ke Badan Kehormatan DPR. Komisi menolak seluruh anggota disamaratakan.

"Memang ada satu-dua anggota yang bicaranya keterlaluan, tapi jangan semua anggota disamakan," kata anggota Komisi Energi dari Fraksi Demokrat Sutan Batoegana di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (19/2).

Sutan mengatakan Badan Kehormatan yang berhak menegur anggota Dewan jika memang ada penyimpangan. Surat keberatan yang disampaikan Pertamina dianggap tidak pas secara kelembagaan.

Sutan menilai surat itu menyalahi prosedur karena ditandatangani oleh sekretaris perusahaan, bukan direksi. "Masukan boleh, tapi jangan dia yang mengirim," ujar Sutan.

Hal senada disampaikan anggota Dewan dari Fraksi Golkar Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA. Menurut Airlangga representasi perusahaan adalah direksi. "Jadi, dari suratnya saja sudah salah," kata dia.

Airlangga juga mempersoalkan surat yang menyebut-nyebut tata-tertib rapat dengar pendapat DPR. Menurutnya peraturan itu bukan domain Pertamina. "Lagipula DPR bukan sekolahan yang pertanyaannya dibatasi," kata dia.

Komisi belum menentukan langkah apa yang akan diambil. Mereka masih menunggu klarifikasi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Pertamina pada Senin (23/2) mendatang.

Sebelumnya Pertamina mengirimkan surat kekecewaan mereka terhadap Komisi yang dianggap mengadili direksi Pertamina. Surat itu menuai kemarahan dari anggota Dewan hingga menskors rapat dengar pendapat yang tengah berlangsung.

Kamis, 12 Februari 2009

BUMD Riau Tak Layak Kelola Blok Langgak

[JPNN] - Komisi VII DPR RI akan memanggil Gubernur Riau, HM Rusli Zainal terkait usulan agar Blok Langgak di Riau dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau. Komisi bidang energi DPR merasa perlu memanggil Gubernur Riau lantaran BUMD tak layak mengelola blok minyak itu.

“Komisi VII DPR secara seksama sudah mempelajari proposal usulan Pemda Riau untuk mengelola Blok Langgak. Namun proposal tersebut tidak cukup meyakinkan hingga kami merasa perlu untuk memanggil Gubernur Riau guna minta penjelasan. Direncanakan beliau diundang Mei 2009 mendatang, ujar Ketua Komisi VII DPR RI, Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA,di press room DPR RI, Jakarta, Kamis (12/2).

Dia tegaskan, opsi perpanjangan kontrak Blok Langgak dengan operator PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) sepertinya menjadi pilihan terbaik untuk saat ini. Keputusan itu perlu diapungkan sebagai salah satu akibat dari ketidaksiapan pemda mengelolanya sebagaimana yang diterangkan dalam proposal.

Sesuai dengan masa perjanjian kerja, lanjutnya, kontrak Chevron akan berakhir Januari 2010 mendatang. Sesuai dengan aturan main, perlu proses tender kembali. Karena akan berakhirnya masa kontrak dengan Chevron, Komisi VII mencoba memberi peluang kepada BUMD setempat dengan persyaratan semua mekanisme dan persyaratan harus dipenuhi.

"Jika daerah ternyata memang tidak siap untuk mengelolanya, maka kita akan berikan kembali ke swasta," tegasnya, sambil menyebut BUMD PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebagai perusahaan yang diajukan Pemda untuk mengelola Blok Langgak.

Walau demikian, Airlangga Hartarto, masih tetap berharap kiranya dari waktu yang tersedia menjelang berakhirnya masa kontrak dengan Chevron, pihak Pemprov Riau sanggup menghadirkan BUMD lain yang lebih memiliki performance dan kinerja serta sumberdaya yang lebih memadai, saran politisi Partai Golkar ini.

Rabu, 04 Februari 2009

DPR Tetapkan 8 Orang Calon Anggota DEN

[SUARA KARYA] - Rapat Paripurna DPR menyepakati penetapan delapan calon anggota Dewan Energi Nasional (DEN). Ke-8 calon anggota DEN yang disahkan rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar ini meliputi Agusman Effendi (kalangan konsumen), Widjajono Partowidagdo (kalangan teknologi), Rinaldy Dalimi (akademisi), Eddie Widiono (kalangan industri), Herman Darnel Ibrahim (kalangan industri), Tumiran (akademisi), Mukhtasor (kalangan lingkungan hidup), dan Herman Agustiawan (kalangan konsumen).

Wakil Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana menegaskan, salah satu terobosan penting di dalam UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi adalah membentuk Dewan Energi Nasional. "DEN merupakan suatu lembaga yang bersifat nasional, mandiri, dan tetap serta bertanggung jawab pada penyusunan kebijakan energi nasional," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat ini menjelaskan, DEN dibentuk Presiden berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU tentang Energi. Berbagai kebijakan energi nasional yang disusun dewan itu diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan energi sebagaimana diamanatkan UU Energi. Dalam hal ini, UU Energi mengamanatkan tercapainya kemandirian pengelolaan energi dan terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri. Baik dari sumber di dalam negeri maupun luar negeri, guna memenuhi kebutuhan energi domestik serta meningkatkan devisa negara.

Selain itu, UU juga mengamanatkan terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor, tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau tinggal di daerah terpencil, terciptanya lapangan kerja, serta terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidu.

DEN juga akan bertugas mengatur ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu, dan alokasi cadangan penyangga energi nasional. "DEN juga bertugas merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. Selain itu, menetapkan rencana umum energi nasional dan menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis atau darurat energi," ujarnya.

Di tempat terpisah, Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA berharap DEN memprioritaskan perumusan kebijakan energi untuk tercapainya ketahanan energi nasional secara berkelanjutan. Dalam hal ini, perumusan kebijakan untuk terwujudnya ketahanan energi nasional merupakan prioritas utama dan sangat mendesak.

Selain itu, lanjut Airlangga, DEN juga harus berperan aktif melakukan penguatan kapasitas kelembagaan serta pengembangan infrastruktur energi.

35 Persen Minyak Tanah Bersubsidi Diselewengkan

[PELITA] - Direktur Utama PT Pertamina Ari H Soemarno, mengungkapkan sebesar 35 persen suplai minyak tanah bersubsidi diduga kuat diselewengkan oknum tertentu, sehingga terjadi kelangkaan di sebagian wilayah di Indonesia. Padahal suplai dari Pertamina sesuai kebutuhan secara nasional.
Hal itu dikemukakan Ari H Soemarno dalam diskusi Agenda 23 Wacana dari Slipi bertema Keamanan Energi Sebagai Kunci Pertumbuhan Domestik, di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (3/2).
Diskusi yang dipandu Ketua Komisi VII (bidang energi) DPR RI Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA juga menghadirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, Dirut PLN Fahmi Muchtar, pengamat perminyakan dari ITB Rudi Rubiandini, dan Pemimpin Redaksi Investor Daily Primus Dorimulu.
Menurut Ari H Soemarno, dari sisi jumlah suplai minyak tanah bersubsidi yang dipasok Pertamina, semestinya kelangkaan tidak terjadi. Kita sudah suplai kebutuhan nasional per hari mencapai 450.000 ton. Tetapi ada kebocoran distribusi hingga 35 persen, ujarnya.
Ia menyatakan penyelewengan terjadi karena ada pihak yang memanfaatkan selisih harga yang ditetapkan pemerintah (harga subsidi) dengan harga keekonomian.
Selama masih ada selisih antara harga keekonomian dengan harga subsidi, maka distribusi minyak tanah akan tetap rawan diselewengkan. Karena ada selisih hingga Rp4.000 perliter antara harga keekonomian dengan harga subsidi, katanya.
Dengan adanya selisih harga sebesar itu, oknum tertentu kemudian menyelewengkan untuk meraih keuntungan besar. Karena itu, berapapun suplai yang dilakukan Pertamina, minyak tanah tetap rawan penyelewengan sehingga memungkinkan terjadi penimbunan. Minyak tanah yang seharusnya untuk rumah tangga diselewengkan untuk kepentingan lain.
Ketua Komisi VII DPR, Airlangga Hartarto, menambahkan kebocoran distribusi minyak tanah diduga kuat terjadi. Karena minyak tanah kan bisa dioplos dengan bahan bakar lain. Bisa juga disimpan oleh agen untuk dijual lagi (dengan harga non-subsidi), katanya.
Diharapkan agar Pertamina memperbaiki sistem distribusi minyak tanah. Sistem pengiriman stok yang selama ini terbuka hingga tingkat agen, sebaiknya lebih tertutup untuk memastikan minyak tanah sampai ke rumah tangga.
Tertutup itu artinya alamat penerimanya jelas. Selama ini dengan distribusi terbuka, setelah sampai tingkat agen Pertamina tak punya kontrol lagi kata Airlangga yang juga calon anggota legislatif Golkar dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat V ini.
Ia juga mengatakan harga solar bersubsidi diperkirakan masih bisa turun sebesar Rp500 per liter lagi. Sedangkan harga premium dinilai tak perlu turun lagi karena sudah mencapai harga keekonomian.
Sementara Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengakui saat ini harga premium di dunia internasional memang cenderung naik karena kebutuhan dunia yang mulai meningkat. Sedangkan untuk harga solar dunia memang tengah mengalami penurunan karena permintaan yang juga berkurang.
Jadi untuk harga BBM dalam negeri, kami masih melihat perkembangan karena biasanya harga dievaluasi setiap tanggal 15, berarti masih 12 hari lagi. Jadi, sabar dulu. Lagi pula harga minyak dunia masih fluktuatif, ujarnya.(

Solar Bisa Turun Rp 500

[SUMATRA EXPRESS] - Harga minyak mentah dunia yang terus turun, mendorong DPR untuk mendesak pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi jenis solar. Sementara, untuk harga BBM jenis premium, DPR sepakat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kalau harganya sulit untuk diturunkan lagi.

“Melihat kondisi harga ICP (Indonesia Crude Price) saat ini, harga solar masih memungkinkan untuk diturunkan Rp500 (per liter). Kalau premium memang sudah mentok karena sudah sesuai harga keekonomian,” ujar Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA usai diskusi di Media Lounge DPP Partai Golkar, kemarin.

Airlangga mengakui, pemerintah memperoleh keuntungan dari selisih harga jual premium dan harga minyak ICP plus alpha Pertamina. Meski demikian, dia menilai keuntungan tersebut wajar diperoleh karena penurunan harga BBM bersubsidi di dalam negeri tidak bisa dibandingkan dengan fluktuasi harga minyak internasional. “Selama penentuan harga BBM bersubsidi tidak mengikuti harga pasar, selalu ada kemungkinan di atas atau di bawah (harga minyak internasional),” jelasnya.

Sementara, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menambahkan, kalau harga internasional bensin premium saat ini cenderung naik karena kebutuhan mulai meningkat. Sebaliknya, harga solar dunia terus turun menyesuaikan permintaan yang juga berkurang. Karena itu, pemerintah berjanji akan mengevaluasi lagi harga BBM bersubsidi di dalam negeri. “Biasanya harga dievaluasi setiap tengah bulan, berarti masih 12 hari lagi. Jadi sabar saja dulu, karena harga minyak dunia juga masih flutuaktif,” kata Purnomo.

Terkait dengan rencana ekspor solar, Airlangga menilai keputusan tersebut bisa dilakukan sepanjang Pertamina mampu menjamin stabilitas pasokan BBM di dalam negeri. Apalagi, alasan Pertamina mengekspor solar adalah tank top atau berlebihnya persediaan produksi BBM, dibandingkan kebutuhan dalam negeri. “Kalau tidak diekspor, pertaruhannya shut down kilang BBM yang justru mengancam keamanan pasokan di dalam negeri,” paparnya.

Sebelumnya, pemerintah memberi izin pada Pertamina untuk mengekspor solar ke Timur Tengah pada Februari ini. Izin diberikan karena stok solar melebihi jumlah rata-rata, dari 21 hari menjadi 36 hari. Konsumsi solar industri pun turun dari rata-rata 70 ribu kiloliter per hari menjadi sekitar 50 ribu kiloliter per hari.

Selain itu, PLN juga mengurangi konsumsi solar karena mengalihkan sebagian bahan bakar pembangkitnya ke batu bara. Pertamina mengajukan izin mengekspor solar 300 ribu hingga 400 ribu barel. Produksi solar dari kilang Pertamina rata-rata 37 ribu kiloliter per hari.

Senin, 02 Februari 2009

RENEGOSIASI BLOK TANGGUH :Komisi VII Terbelah, Menkeu Anteng

[KONTAN] - Gara-gara harga minyak dunia terus turun, urusan renegosiasi harga gas alam Blok Tangguh dengan China kembali mencuat di Komisi VI DPR. Komisi yang membidangi energi tersebut akan memanggil tim perunding bulan Februari ini. Namun pimpinan komisi terlihat masih tidak satu suara.

Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA meminta Pemerintah RI tetap harus melanjutkan renegosiasi harga gas Blok Tangguh dengan Pemerintah China. "Kami akan mendukung, itu harus dilakukan segera," ujar Airlangga, Minggu (1/2).

Airlangga tetap meminta pemerintah melahirkan kesepakatan yang lebih baik tentang harga jual gas dari harga saat ini yang hanya US$ 3,4 per juta british thermal unit (MMBTU). "Seharusnya pemerintah bisa mendapatkan harga jual yang lebih tinggi lagi," kata Airlangga.

Namun Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Sony Keraf menilai negosiasi ulang kontrak gas Blok Tangguh sekarang tidak perlu dilanjutkan lagi. Sebab harga minyak dunia saat ini telah turun. "Rencana negosiasi dulu merupakan reaksi pemerintah saat harga minyak mentah dunia melambung melebihi US$ 100 per barel," kata Sony.

Sony menilai tim negosiasi yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani melempem. Sebab kemajuan kinerja mereka sama sekali tidak terdengar. "Saat harga minyak tinggi mereka langsung menyalahkan pemerintahan terdahulu tidak memiliki kemampuan memprediksi. Jangan heran sekarang mereka melempem karena tim itu hanyalah reaksi politis saja," kata Sony.

Harga jual gas Tangguh ke Fujian China memakai patokan harga minyak antara US$ 15 hingga US$ 38 per barrel. Namun kini harga minyak dunia terus turun di kisaran US$ 41 per barel.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di berbagai kesempatan masih bungkam tentang kelanjutan perundingan dengan China. "Soal gas tangguh, saya tidak mau komentar apa-apa sekarang," ujar Sri Mulyani di Kantor Ditjen Pajak, pekan lalu.

Minggu, 01 Februari 2009

DPR Minta Pertamina Menjadi Pemain Regional di Sektor Migas

[BATAM TODAY] - Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA mengharapkan Pertamina menjadi ‘pemain’ regional di sektor minyak dan gas (migas), sehingga dapat mengimbangi Petronas, Star-Oil, PetroChina dan lain-lain. Hal itu bisa dilakukan bila Pertamina berhasil melakukan eksplorasi di tiga blok migas, yakni Blok Donggi dan Serono (Sulsel) dan Blok Natuna D Alpha (Kepri).

“Pertamina selalu terbelenggu tugasnya sebagai Public Service Obligation (PSO), yang menyebabkan Pertamina tidak agresif memperluas usaha di luar Indonesia dan hanya sebagai lokal player,” kata Airlangga di Jakarta Minggu, (1/2/2009).

Pertamina, lanjutnya, tidak punya pemikiran sebagai regional player di sektor migas. Dalam mengembangkan sektor migas, menurut Airlangga, pemikiran Pertamina hanya berkutat dengan masalah kilang, SPBU dan konversi minyak tanah ke elpiji.

“Seharusnya,fasilitas atau infrastruktur Pertamina yang dibangun 10 tahun lalu itu harus diperbarui untuk mengurangi kenaikan biaya operasionalnya. Bukan terus berkutat masalah itu terus,” katanya.

Hal senada disampaikan ekonom INDEF Mohammad Ikhsan Modjo. Menurutnya, Pertamina hanya sibuk menangani masalah-masalah yang berada pada hilirnya saja, seperti masalah kilang, distribusi BBM ke SPBU, dan konversi minyak tanah ke elpiji.

“Itu pun tidak professional dalam menjalankan tugas PSO, masih banyak kelangkaan BBM di berbagai daerah,” kata Ikhsan.

Kenapa Pertamina tidak professional dan tidak bisa menjadi pemain regional, Dirut Pertamina Ari Soemarno berdalih, Pertamina ditugaskan Pemerintah Indonesia sebagai PSO, berbeda dengan Petronas di Malaysia.

“Pertamina dan Petronas ditugaskan Pemerintah masing-masing berbeda-beda. Petronas tidak sebagai PSO satu-satunya di Malaysia, maka Petronas menjadi badan usaha atau institusi bisnis. Semua kekayaan alam migas di Malaysia diserahkan kepada Petronas sebagai aset,” kata Ari Soemarno.

Dengan demikian, lanjutnya, Petronas bisa mengakumulasi modal dan bebas berinvestasi. Sehingga Petronas menjadi regional player di sektor migas. Sementara Pertamina, sejak dulu ditunjuk sebagai operator mengelola kekayaan alam migas di Indonesia, seperti diamanatkan UUD 1945.
Sedangkan sekarang, Pertamina hanya operatorship (pengendali utama operasi) ladang-ladang migas yang terkait cost recovery yang seratus persen dibayar negara.

“Dengan penyertaan modal dari Pemerintah, Pertamina diwajibkan menyetor pendapatannya kepada Pemerintah dan membayar pajak atas pendapatannya sekitar 60 persen. Semua pendapatan migas yang diterima negara digunakan untuk membiayai pembangunan. Pertamina hanya menerima fee yang kecil. Itu bedanya,” kata Dirut Pertamina.

Sebaliknya, Petronas tidak diwajibkan menyetor pendapatannya kepada pemerintahnya, pajak atas pendapatannya hanya dibayar sekitar 30 persen. Menurutnya, semua pendapatan negara berupa pajak maupun nonpajak dari pengusahaan migas di Malaysia yang dikelola Petronas bisa diinvestasikan sendiri.

“Karena dibebaskan mengakumulasi modal dan berinvestasi, maka dua tiga tahun mendatang produksi migas Petronas di luar Malaysia diperkirakan menyamai produksi Petronas di dalam Malaysia. Mereka agresif memperluas usaha hingga Sudan, Kazakhstan, Azerbaijan, Chad, dan Venezuela,” katanya.