Kamis, 24 April 2008

Subsidi Listrik 2.200 VA Dicabut

[PADANG EKSPRES] - DPR mengingatkan agar pemerintah tidak bermain sendiri dalam menentukan harga tarif listrik. Peringatan dari Senayan itu merupakan tanggapan atas keinginan pemerintah memperluas pemberlakuan program tarif listrik nonsubsidi hingga untuk pelanggan 2.200 VA. Ketua Komisi VII DPR Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA menyatakan, DPR harus dilibatkan dalam perluasan sistem tarif nonsubsidi. ”Harus ada evaluasi lebih dulu,” ujarnya tadi malam (23/4). Sebelumnya, pemerintah melalui Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM sedang menyiapkan kajian efektivitas penerapan tarif listrik nonsubsidi.

Tarif tanpa subsidi itu sudah diterapkan kepada pelanggan rumah tangga mulai 6.600 VA ke atas. Jika efektif, pemerintah membuka kemungkinan memperluas penerapan program tarif nonsubsidi hingga untuk pelanggan 2.200 VA. Sebab, golongan pelanggan tersebut dinilai punya potensi berhemat. Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edy mengungkapkan, sebelumnya DPR melalui komisi VII yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral memang menyepakati pemberlakuan tarif nonsubsidi untuk pelanggan PLN. ”Tapi, hanya untuk 6.600 VA ke atas,” tegasnya.

Karena itu, kata dia, jika kini pemerintah atau PLN ingin memperluas pemberlakuan program tersebut, hal itu tetap harus melalui mekanisme pembahasan dengan DPR. Sebab, hal tersebut terkait dengan program penghematan dalam APBN yang menjadi domain DPR. ’’Intinya, harus sepersetujuan DPR,’’ ujarnya. Persetujuan dari DPR, tampaknya, memang merupakan harga mati yang yang harus dipenuhi pemerintah atau PLN, jika ingin menerapkan perluasan program tarif nonsubsidi. Jika dirunut ke belakang, keputusan PLN memberlakukan program insentif dan disinsentif mulai 1 Maret lalu juga kandas akibat ditentang DPR.

Padahal, saat itu, PLN mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui iklan di beberapa media massa hingga surat edaran ke seluruh kantor unit distribusi PLN di Indonesia. Waktu itu, Ketua Komisi VII Airlangga Hartarto menyatakan, pemberlakuan program insentif-disinsentif listrik ditolak karena penjelasan PLN dianggap belum memuaskan. Dengan demikian, program yang sudah diumumkan tersebut harus dibatalkan karena belum disetujui.

Karena itu, program insentif-disinsentif dirombak. PLN pun menggantinya dengan program tarif nonsubsidi yang hanya diberlakukan terhadap pelanggan mulai 6.600 VA ke atas yang notabene adalah pelanggan rumah mewah. Persetujuan yang dikeluarkan DPR pun disertai syarat, yakni proses evaluasi menyeluruh. ’’Kami sepakat karena semangatnya adalah penghematan subsidi dan tidak memberatkan masyarakat kecil,’’ jelas Airlangga. Bagaimana tanggapan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)? Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, rencana perluasan pemberlakuan program tarif nonsubsidi hingga untuk pelanggan 2.200 VA makin menunjukkan niat pemerintah sebenarnya adalah kenaikan tarif terselubung. ’’Jujur saja lah,’’ ujarnya.

Dia menuturkan, istilah kenaikan tarif mungkin lebih dipahami masyarakat, sehingga memudahkan sosialisasi. Menurut dia, akan lebih baik pemerintah jujur menyatakan bahwa memang sudah terlalu berat menanggung subsidi. ’’Mengapa harus alergi dengan istilah kenaikan tarif?’’ katanya. Tulus juga mengkritik rencana pemberlakuan program tarif nonsubsidi yang menyentuh pelanggan rumah tangga 2.200 VA. Dia menyatakan, dalam klasifikasi pelanggan oleh PLN, golongan 2.200 VA masuk kategori rumah tangga kecil atau R-1. ’’Padahal, dulu pemerintah berjanji tidak akan mengutak-atik pelanggan R-1,’’ tegasnya.

Karena itu, kata dia, jika memang pemerintah ingin memperluas program tarif nonsubsidi, maksimal hanya kepada pelanggan rumah tangga menengah atau R-2, yakni pelanggan dengan daya di atas 2.200 VA. ’’Itu pun jika terpaksa,’’ ujarnya. Dengan demikian, pelanggan 2.200 VA yang berjumlah 1.038.542 rumah tangga tidak akan terkena program tarif nonsubsidi. Saat ini, pelanggan R-2 (di atas 2.200–6.600 VA) berjumlah 397.533 rumah tangga dan pelanggan R-3 (di atas 6.600 VA) mencapai 81.737 rumah tangga. Tulus mengungkapkan, apa pun keputusan yang bakal diambil pemerintah, pihaknya tetap menuntut program sosialisasi dijalankan secara menyeluruh. Dengan demikian, tidak ada konsumen yang dirugikan karena merasa tanpa pemberitahuan program penghematan.

Selasa, 08 April 2008

Priyono Dipilih Karena Paling Siap

[DETIK DOTCOM] - Komisi VII DPR RI menilai Priyono merupakan calon yang paling meyakinkan baik dalam paparan maupun program kerjanya. Tidak hanya dari sisi teknis, Priyono juga dianggap mumpuni dari segi bisnis.

"Priyono terlihat paling siap. Tidak hanya berani memasang angka dalam program kerjanya, tapi juga penguasaan materinya, dan ia juga bisa bicara dari segi korporat BP Migas," kata Ketua Komisi VII Ir H Airlangga Hartarto MMT MBA usai pemungutan suara Kepala BP Migas di Gedung MPR/DPR, Selasa (8/4/2008).

Beberapa anggota DPR menilai Priyono cukup berani memasukkan angka dalam target-targetnya. Seperti program meningkatkan produksi nasional menjadi 1 juta barel per hari pada tahun ini juga. Target-target itulah yang akan menjadi acuan DPR untuk mengevaluasi kinerja Priyono sebagai Kepala BP Migas kedepannya.

"Dia berani memasang angka secara kuantitatif. Berarti kita bisa mengevaluasi secara kuantitatif juga," kata anggota Komisi VII dari FPAN Alvin Lie.

Airlangga menambahkan, Komisi VII akan segera melaporkan hasil pemungutan suara pemilihan Kepala BP Migas ini ke pimpinan DPR, untuk kemudian dilaporkan ke Presiden.

Dalam votingnya hari ini, Komisi VII DPR RI akhirnya menetapkan Priyono sebagai Kepala BP Migas yang akan menggantikan Kardaya Warnika. Dalam votingnya, Priyono mendapat 45 suara, Hadi Purnomo mendapat 7 suara, sementara Evita Legowo tidak mendapatkan suara.